Aset Sekolah Disewakan Bertahun-tahun, Uang Diduga Masuk Kantong Oknum Guru

Silabuskepri.co.id | NATUNA – Dugaan praktik korupsi secara berjamaah di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Natuna menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan. Puluhan kepala sekolah yang seharusnya menjadi teladan, justru diduga terlibat dalam praktik pungutan liar selama bertahun-tahun.

Temuan ini mencuat setelah media menelusuri modus penyewaan aset sekolah berupa tanah dan bangunan tanpa dasar hukum yang sah. Uang hasil sewa tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari kebutuhan sekolah, hingga yang diduga masuk ke kantong pribadi oknum guru tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

Hasil investigasi menemukan setidaknya 63 kios di 54 sekolah yang menyewakan aset negara tanpa landasan hukum. Ironisnya, praktik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa tindakan dari Dinas Pendidikan Natuna, padahal aturan mengenai retribusi sudah ditetapkan sejak 2013.

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2018 tentang perubahan atas Perda Nomor 8 Tahun 2013, serta Perda Nomor 15 Tahun 2023, telah mengatur kategori retribusi atas penggunaan kios atau kantin berdasarkan ukuran lahan atau bangunan. Namun sejak 2013 hingga 2024, tidak ada satu rupiah pun pendapatan dari sektor ini yang disetorkan ke kas daerah.

Kepada Mandalapos, salah satu pedagang berinisial WI mengungkapkan bahwa mereka rutin membayar sewa setiap bulan. “Saya berjualan sejak 2017, bayar Rp300.000 per bulan, belum termasuk listrik. Kalau pakai listrik, nambah Rp50.000,” ujarnya, Selasa, 29 Juli 2025.

Pengakuan serupa disampaikan sejumlah pedagang lainnya. Mereka menyebutkan bahwa uang sewa diserahkan langsung kepada pihak sekolah, bukan ke kas daerah. Besaran tarif pun berbeda-beda di setiap sekolah.

Saat dikonfirmasi, Kepala Disdikbud Natuna, Hendra Kusuma, dan Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar, Umar Wirahadi Kusuma, mengakui bahwa persoalan ini mencuat setelah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Hendra, pihaknya telah memanggil para kepala sekolah untuk segera mengembalikan dana sewa. “Saya sudah tegaskan agar seluruh dana dikembalikan. Jangan sampai berlarut. Ini menyangkut integritas dan tanggung jawab,” tegasnya.

Namun, pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan serius. Sebab, investigasi media menemukan bahwa BPK hanya melakukan audit untuk tahun anggaran 2024, sementara praktik pungutan liar ini telah berlangsung jauh sebelum itu. Untuk tahun 2024 saja, total uang sewa yang dihimpun mencapai Rp75.480.000. Jika dikalkulasikan sejak awal praktik ini berjalan, potensi kerugian negara bisa mencapai angka yang signifikan.

Lebih parah lagi, dana sewa kantin tahun 2024 yang menurut BPK harus dikembalikan ke kas daerah, hingga kini belum sepenuhnya direalisasikan. Sebab, dana tersebut telah digunakan oleh beberapa sekolah tanpa proses pelaporan dan pengesahan yang sah.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), khususnya Pasal 3, tindakan penyalahgunaan wewenang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana korupsi. Pelaku dapat dijatuhi pidana penjara seumur hidup atau minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Natuna belum dapat dimintai keterangan. Beberapa kepala sekolah yang diduga terlibat dalam praktik pungli tersebut juga belum berhasil ditemui.(team)

fin4d» Situs Toto Online Terpercaya No 1 Di Indonesia 2025

You might also like