Silabuskepri.co.id | Batam — Ledakan dahsyat mengguncang kawasan industri PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Batam, pada Rabu (15/10/2025) dini hari. Sekitar pukul 04.00 WIB, satu tangki di kapal MT Federal II meledak dan memicu kobaran api besar yang melahap sebagian badan kapal. Sepuluh pekerja tewas seketika, lebih dari 20 orang mengalami luka bakar serius, dan dua pekerja lainnya masih dinyatakan hilang hingga berita ini diterbitkan.
Menurut informasi yang dihimpun di lapangan, sekitar 30 korban berhasil dievakuasi dari dalam area kapal setelah proses penyelamatan dramatis yang berlangsung hingga pagi hari. Puluhan ambulans hilir-mudik dari kawasan galangan membawa korban ke sejumlah rumah sakit, di antaranya RS Mutiara Aini Batu Aji, RS Awal Bros Batam, RS Graha Hermin, dan RS Elisabeth Sagulung, untuk mendapatkan perawatan intensif.
Korban diketahui merupakan pekerja subkontraktor dari PT Rotary dan PT Putra Teguh Mandiri (PTM), yang tengah melakukan pekerjaan pengelasan dan perawatan tangki kapal. Dugaan awal menyebut, ledakan terjadi akibat akumulasi gas mudah terbakar di dalam tangki yang belum sepenuhnya steril, memicu reaksi kimia saat proses pengelasan berlangsung.
Hingga pagi hari, area kejadian dijaga sangat ketat oleh petugas keamanan perusahaan, dan wartawan yang berupaya melakukan peliputan tidak diperkenankan masuk ke dalam kawasan industri PT ASL Shipyard. Beberapa jurnalis bahkan dilarang mengambil dokumentasi dan melakukan wawancara di sekitar lokasi, meskipun peristiwa tersebut menyangkut keselamatan publik dan menelan korban jiwa.
Langkah pembatasan akses terhadap media ini disesalkan banyak pihak, mengingat kebebasan pers dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2) yang menegaskan bahwa “terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.”
Sikap tertutup perusahaan dinilai menghalangi fungsi kontrol sosial dan hak masyarakat untuk memperoleh informasi sebagaimana dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) undang-undang yang sama.
Sementara itu, tim Inafis Polda Kepri, Polresta Barelang, Kapolsek Batu Aji, serta Kanit Reskrim terlihat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) guna memastikan sumber ledakan dan mencari dua korban yang masih hilang.
Ironisnya, kapal MT Federal II bukan kali ini saja mengalami kecelakaan. Pada Juni 2025 lalu, kapal yang sama juga terbakar di lokasi yang sama, menewaskan empat pekerja dan melukai lima lainnya. Tragedi berulang ini kembali membuka sorotan tajam terhadap lemahnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan industri galangan kapal Batam, yang semestinya tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjamin hak setiap pekerja atas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari manajemen PT ASL Shipyard, perusahaan subkontraktor, maupun kepolisian terkait penyebab pasti ledakan dan identitas lengkap korban. Pihak berwenang juga belum menjelaskan apakah prosedur izin kerja panas (hot work permit) dan pembersihan tangki (gas free certificate) telah dilakukan sesuai standar keselamatan industri.
Tragedi ini bukan sekadar kecelakaan kerja biasa — melainkan alarm keras bagi dunia industri di Batam. Keselamatan pekerja dan transparansi informasi publik harus menjadi prioritas di atas target produksi dan kepentingan bisnis.
Negara, melalui aparat penegak hukum dan pengawas ketenagakerjaan, wajib menegakkan hukum dan memastikan penerapan standar K3 secara ketat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 UU 1/1970, yang menegaskan bahwa setiap tempat kerja harus menjamin keselamatan tenaga kerja dan orang lain yang berada di sekitarnya.
(red)