Politisi DPR RI Diduga Terlibat Skandal Sawit, Pilih Bungkam

Independennews.com | Mamuju – Aroma tak sedap korupsi di sektor perkebunan sawit kembali menyeruak ke permukaan. Setelah Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan empat anak perusahaan milik raksasa sawit PT Astra Agro Lestari (AAL) ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, kini muncul nama seorang tokoh politik nasional yang ikut disebut dalam pusaran kasus tersebut.

Dalam laporan yang disampaikan pada Kamis (5/6/2025), APSP tidak hanya menyoroti dugaan pelanggaran oleh korporasi, tetapi juga menyebut keterlibatan seorang politisi nasional, yang merupakan mantan Bupati Pasangkayu dua periode dan kini menjabat sebagai anggota DPR RI.

Tudingan ini tentu mengejutkan, mengingat tokoh yang disebut dikenal luas dalam lingkar kekuasaan dan telah lama berkiprah di dunia politik Sulawesi Barat. Namun saat dikonfirmasi oleh reporter Independennews, sang anggota dewan memilih bungkam. Ia tidak hanya menolak memberikan komentar, tetapi juga tidak merespons panggilan telepon dari awak media.

Sikap diam ini memunculkan tanda tanya besar. Di tengah sorotan publik terhadap tata kelola sektor perkebunan dan hubungan antara kekuasaan serta korporasi besar, keengganan memberikan klarifikasi justru memicu spekulasi yang lebih luas.

Sementara itu, APSP menegaskan bahwa laporan yang diajukan bukan sekadar tuduhan tanpa dasar. Mereka mengklaim telah mengantongi dokumen dan bukti awal yang kuat, dan menyatakan kesiapannya untuk menyampaikan bukti tambahan dalam proses hukum yang sedang berjalan di Kejati Sulbar.

Kini, perhatian publik tertuju pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat: akankah lembaga ini berani menindak aktor-aktor besar di balik dugaan korupsi ini, ataukah hukum kembali menunjukkan ketimpangannya—tumpul ke atas, tajam ke bawah?

Sebelumnya telah diberitakan bahwa APSP, melalui kuasa hukumnya, secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan empat anak perusahaan PT Astra Agro Lestari, yakni PT Letawa, PT Pasangkayu, PT Mamuang, dan PT Lestari Tani Teladan. Dalam laporan itu, mereka menyerahkan lebih dari 50 lembar dokumen sebagai bukti awal, dan menyatakan kesiapan menghadirkan saksi apabila diperlukan.

“Laporan hari ini berfokus pada dugaan tindak pidana korupsi. Sebelumnya, kami telah menyampaikan laporan terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Perkebunan ke Ditreskrimsus Polda Sulbar, dan prosesnya masih berjalan,” ujar Hasri Jack, S.H., kuasa hukum APSP.

Hasri menjelaskan, ada empat unsur utama yang menjadi fokus dalam laporan tersebut: dugaan kerugian negara, penguasaan lahan masyarakat, penguasaan kawasan hutan secara ilegal, serta perusakan ekosistem secara sistematis.

“Kami meyakini bahwa praktik korupsi ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis, dengan penguasaan kawasan hutan sebagai pintu masuknya. Selain itu, kewajiban perusahaan dalam pembangunan kebun plasma tidak dijalankan sebagaimana mestinya, termasuk dalam pengelolaan dana CSR yang tidak transparan,” jelas Hasri.

APSP juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pasangkayu dalam kasus ini.

“Pada tahun 2013, terbit Surat Keputusan izin untuk PT Letawa yang mencakup sekitar 42 hektare kawasan hutan. Kami menduga kuat bahwa proses penerbitan SK tersebut cacat prosedur dan merupakan bagian dari praktik korupsi yang terorganisir,” tegasnya.

APSP berharap Kejaksaan Tinggi Sulbar dapat menindaklanjuti laporan ini secara serius, mengingat dampak yang ditimbulkan bukan hanya pada kerugian negara, tetapi juga terhadap hak-hak petani serta kelestarian lingkungan.(mf)

fin4d» Situs Toto Online Terpercaya No 1 Di Indonesia 2025

You might also like