Tangis Duma dan Boby di Cunting: Suara Rakyat Kecil yang Terpinggirkan Demi Gerbang PT Hok-Seng

Silabuskepri.co.id | Batam — Suasana haru bercampur amarah menyelimuti warga Cunting Bawah, Kelurahan Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji, usai menerima Surat Perintah Bongkar Nomor: 238/TIM-TPD/X/2025 yang dikeluarkan oleh Tim Terpadu Pemko Batam tertanggal 15 Oktober 2025. Surat tersebut datang tiba-tiba dan membuat puluhan warga di sepanjang Jalan Brigjen Katamso terkejut — sebagian tak kuasa menahan tangis, sebagian lagi menahan kecewa karena merasa diabaikan oleh pemerintahnya sendiri.

Informasi yang diperoleh media ini menyebutkan, lahan tempat warga bertahun-tahun menggantungkan hidup akan dijadikan akses pintu masuk dan keluar milik PT Hok-Seng, dengan rencana pembangunan jalan baru yang dimulai dari Simpang Sintai hingga Brigjen Katamso. Akibatnya, sedikitnya 27 kepala keluarga (KK) — yang sebagian besar merupakan pedagang kecil, buruh harian, dan single parent — terancam kehilangan tempat mencari nafkah tanpa kepastian relokasi maupun kompensasi yang adil.

“Kami bukan menolak pembangunan. Tapi tolong, kami ini rakyat kecil yang cuma ingin hidup tenang dan cari makan menyambung hidup. Jangan digusur tanpa arah dan tanpa solusi,” ujar Duma Serianti Sihotang (40), seorang orang tua tunggal yang sehari-hari berdagang makanan di depan rumahnya, dengan mata berkaca-kaca menahan tangis.

Duma menegaskan, tidak ada sosialisasi, pemberitahuan resmi, atau musyawarah sebelum surat bongkar itu dikeluarkan. Warga baru mengetahui kabar penggusuran setelah surat perintah tiba di tangan mereka.

“Kalau memang perusahaan mau membangun, silakan. Tapi harus adil. Jangan pilih-pilih. Kalau digusur, ya semuanya, jangan cuma kami rakyat kecil yang disingkirkan. Jangan kami yang paling lemah justru jadi korban,” ucapnya tegas.

Senada, Boby Siregar (50) — juga seorang single parent yang hidup dari warung kecil di tepi jalan — menuturkan kesedihannya.

“Kami tidak tahu lagi harus ke mana. Tolong beri kami waktu. Kami cuma ingin bertahan, berjualan demi sesuap nasi untuk anak-anak,” katanya lirih, menahan haru.

Warga juga menyesalkan sikap pihak perusahaan yang diduga hanya melakukan pendekatan terbatas kepada sembilan kepala keluarga, disertai janji sagu hati, sementara sebagian besar warga lain tidak mendapat kejelasan apa pun.

“Kami hanya ingin keadilan. Kalau lahan ini mau dipakai untuk pembangunan, kami siap. Tapi jangan seolah kami ini tidak bernilai di mata pemerintah,” tambah Duma, suaranya bergetar.

Masyarakat Cunting dengan tegas meminta Tim Terpadu Pemko Batam tidak berpihak semata pada kepentingan perusahaan besar, tetapi mendengar jeritan rakyat kecil yang sudah puluhan tahun berjuang hidup di atas tanah itu — tanah yang menjadi satu-satunya tempat mereka menggantungkan harapan.

“Selama kami tidak mengganggu pembangunan, tolong beri kami tenggang waktu. Kami tidak menolak kemajuan, tapi kami ingin dihargai sebagai manusia yang mencari rezeki dengan cara halal,” tutup Boby penuh harap.

Kasus Cunting Bawah menjadi cermin tajam dari ketimpangan kebijakan pembangunan di lapangan. Pemerintah daerah — khususnya Tim Terpadu Pemko Batam — diingatkan agar tidak menutup mata terhadap penderitaan rakyat kecil, dan wajib menjalankan proses penertiban dengan asas kemanusiaan, transparansi, dan keadilan sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 28H dan Pasal 33 UUD 1945, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Rakyat kecil tidak butuh belas kasihan — mereka butuh kehadiran negara yang adil dan berpihak pada yang lemah.
(Redaksi)

fin4d» Situs Toto Online Terpercaya No 1 Di Indonesia 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

You might also like