Proyek Penggerusan Tanah Tanjung Uncang Kian Menggila, Hukum Seolah Tak Berlaku

Silabuskepri.co.id | Batam — Aktivitas cut and fill di kawasan Tanjung Uncang, tepatnya di belakang PT Jatim, kini kian brutal dan tak terkendali. Proyek penggerusan tanah berlangsung terang-terangan, masif, dan hingga larut malam, seakan tanpa aturan, tanpa izin jelas, dan tanpa kehadiran aparat pengawas.

Pantauan di lapangan pada Selasa (11/11/2025) menunjukkan deretan truk tronton beroda sepuluh hilir-mudik tanpa henti, mengangkut material tanah dari area berbukit menuju lokasi penimbunan di sekitar PT SUG, yang berada tepat di depan RS Elisabeth Sei Lekop, Sagulung. Aktivitas pengangkutan diduga menggunakan armada milik PT K’rambia, dengan intensitas tinggi hingga menimbulkan debu pekat, kebisingan, dan potensi kerusakan jalan umum di kawasan yang padat pekerja dan permukiman itu.

Pemandangan ini seolah menjadi ironi di tengah kebijakan penataan ruang dan pengendalian lingkungan hidup yang terus digembar-gemborkan Pemerintah Kota Batam dan BP Batam. Faktanya, di lapangan, kegiatan cut & fill tersebut berjalan bebas tanpa pengawasan — menggali tanah hingga kedalaman ekstrem dan meninggalkan bekas galian besar di lahan yang semestinya masuk zona lindung vegetasi.

“Truk lewat tiap hari, bahkan malam hari. Debunya luar biasa, kami terganggu, tapi kok tidak ada tindakan? Apa memang dibiarkan?” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya saat ditemui di sekitar lokasi.

Di Mana Pengawasan? Publik Mulai Gerah

Kegiatan cut & fill semestinya tunduk pada regulasi ketat, mulai dari izin Pemanfaatan Ruang dari BP Batam, hingga kewajiban memiliki dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tanpa itu, setiap bentuk aktivitas penggalian dan penimbunan tanah dikategorikan sebagai pelanggaran tata ruang dan pencemaran lingkungan yang dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana.

Namun, hingga kini tak terlihat tanda-tanda pengawasan dari instansi berwenang. Publik pun mulai bertanya lantang:

“Di mana BP Batam sebagai otoritas pengelola lahan? Di mana Ditpam sebagai penegak aturan kawasan? Ke mana DLH Batam yang seharusnya turun meninjau dampak lingkungannya? Apa Komisi III DPRD Batam hanya diam menunggu laporan media? Mengapa Ditreskrimsus Polda Kepri tidak bergerak meski aktivitasnya jelas terlihat di depan mata?”

Pertanyaan-pertanyaan itu kini menggema di kalangan warga dan pemerhati lingkungan, menandakan kekecewaan terhadap lemahnya fungsi pengawasan dan penegakan hukum di Kota Batam.

Menguji Ketegasan Pemerintah dan Aparat Hukum

Aktivitas cut & fill bukan sekadar proyek bisnis. Ia menyangkut nasib lingkungan, keamanan warga, dan keadilan penegakan hukum. Jika proyek semacam ini dibiarkan tanpa izin yang sah dan tanpa kontrol, maka terbuka ruang bagi praktik pembiaran, penyalahgunaan kewenangan, bahkan dugaan kongkalikong antara pelaku dan oknum tertentu.

“Kami bukan menolak pembangunan, tapi harus ada aturan. Kalau rakyat kecil gali parit di pinggir jalan, bisa langsung ditegur. Tapi kalau yang begini besar, kenapa malah dibiarkan?” ujar warga lainnya dengan nada kesal.

Kondisi ini juga berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, yang menegaskan larangan aktivitas penimbunan dan penggalian di wilayah yang berpotensi mengganggu drainase alamiah atau menyebabkan banjir. Selain itu, kegiatan ini bisa menimbulkan dampak erosi, sedimentasi, dan kerusakan vegetasi alami di kawasan pesisir Tanjung Uncang yang masih memiliki fungsi ekologis penting.

Tuntutan Warga: Tindak Tegas, Jangan Tutup Mata

Masyarakat kini mendesak agar BP Batam, DLH, dan aparat penegak hukum segera turun ke lapangan, melakukan pemeriksaan izin kegiatan, menghentikan sementara aktivitas yang melanggar, serta menindak tegas pihak-pihak yang mencoba bermain di balik proyek tersebut.

Transparansi data dan tindakan nyata menjadi satu-satunya jawaban yang ditunggu publik. Tanpa itu, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas akan terus menurun.

“Kalau begini terus, artinya hukum hanya untuk yang kecil. Yang besar bisa jalan seenaknya,” kata warga lain, dengan nada getir.

Selama aktivitas brutal ini dibiarkan, setiap hari puluhan truk akan terus memacetkan akses, menimbulkan polusi udara, dan menggerus rasa keadilan sosial masyarakat Batam. Aparat dan instansi teknis tidak bisa lagi bersembunyi di balik alasan administrasi.

Keterlambatan bertindak hari ini adalah pembiaran terencana. Dan pembiaran terhadap kerusakan lingkungan berarti pengkhianatan terhadap amanah publik.

(Tim pjs)

fin4d» Situs Toto Online Terpercaya No 1 Di Indonesia 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

You might also like