Silabuskepri.co.id, — Berbagai upaya dilakukan untuk memajukan suatu daerah hingga menciptakan daya tarik dan trik jitu untuk menghadirkan dan menarik investor, selain itu juga dilakukan persiapan seperti peningkatkan berbagai aspek sosial budaya, keamanan dan infrastruktur tanpa terkecuali yang sangat penting adalah ketersediaan lahan.
Salah satu contoh Negara yang berhasil menarik dan menghadirkan investor ke negara itu, yakni Vietnam dengan strategi yang mafan menggaratiskan sewa lahan sehingga membuat para investor hadir dan memindahkan asetnya ke Vietnam. Strategi jitu dengan menggaratiskan lahan dalam jangka waktu yang cukup lama benar benar menjadi perhatian para investor Dunia.
Dilangsir dari Detik.com, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, mencontohkan bahwa perusahaan Samsung mendapatkan tanah gratis selama 100 tahun untuk membangun industri di Vietnam. Lantas kenapa Indonesia tidak bisa seperti itu?
Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah Raden Bagus Agus Widjayanto menjelaskan alasannya karena tanah di Indonesia tidak banyak yang dikuasai negara, beda dengan Vietnam.
“Di Indonesia belum bisa. Di Indonesia belum bisa karena di kita tanah ini masih banyak yang dikuasai rakyat,” kata dia saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Beda dengan Vietnam yang sistem negaranya memang memungkinkan untuk memberikan lahan ke investor secara cuma-cuma.
“Nah kalau di kita dengan Vietnam dan China perbedaan hukumnya kalau di Vietnam, di China, negara-negara tanda petik ya, komunis ya itu semua tanah milik negara. Siapa pemilik tanah negara, karena negara memiliki tanah ya, masyarakat cuma pakai tanah negara. Itu negara mudah mengatur gitu lho,” jelasnya.
“Kalau di Indonesia tanah negara itu bukan tanah milik negara, negara hanya menguasai atau mengelola tanah. Tanah milik siapa? tanah milik bangsa, bangsa itu siapa? rakyat,” lanjut dia.
Kalau pun Indonesia mau meniru Vietnam, belum tentu itu disetujui oleh masyarakat. Bisa saja masyarakat menganggap pemerintah terlalu pro terhadap investor.
“Cuma itu juga dapat kritik kan seolah-olah kita pro investor,” tambahnya.
(P. Sib)