Sampai saat ini kasus Covid-19 masih terus meningkat dan menjadi salah satu penghambat jalannya aktivitas kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Berbagai aktivitas seperti entertainment, pariwisata, dan aktivitas usaha/bisnis menjadi terhambat karena pandemi Covid-19 yang masih meningkat di Indonesia.
Salah satu aspek yang banyak terdampak karena pandemi berkepanjangan adalah aspek pendidikan. Sejak Covid-19 masuk pada bulan Maret 2020, terjadi disrupsi pendidikan karena pendidikan tatap muka terhambat di seluruh tingkatan pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu terjadi penurunan kasus Covid-19 pada bulan agustus 2021, pemerintah memberikan kebijakan terbaru untuk memperbolehkan segelintir sekolah SMP/SMA di zona hijau untuk melaksanakan pendidikan tatap muka terbatas. Pelaksanaan tatap muka terbatas saat ini belum dilaksanakan secara masif karena pertimbangangan angka Covid-19 yang meningkat.
Saat ini pemerintah banyak ditekan oleh berbagai mahasiswa yang menginginkan perkuliahan tatap muka. Berbagai mahasiswa tersebut berpendapat bahwa sektor pendidikan seperti universitas harusnya sudah dibuka untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka, melihat sektor pariwisata dan sektor entertainment yang kini gencar didorong oleh pemerintah. Berbagai mahasiswa berpendapat urgensi pendidikan perguruan tinggi tatap muka dapat mengurangi “learning loss” dan peningkatan angka putus sekolah yang kini sedang terjadi karena pendidikan yang kurang efektif. Pada sisi lain terdapat orang yang kontra dengan pembukaan pendidikan tatap muka di perguruan tinggi karena terdapat resiko melonjaknya angka positif Covid-19 dikarenakan perkuliahan tatap muka. Hal ini menjadi dilema tugas pemerintah yang harus diselesaikan secepatnya agar kualitas pendidikan tetap baik dan angka Covid-19 terus menurun.
Pada kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang pemerintah memegang peranan yang sangat penting untuk memberikan kebijakan publik yang terbaik untuk semua masyarakat indonesia. Pemerintah harus menjalankan fungsi politik dan fungsi administrasi secara bersamaan dan membentuk kebijakan publik terbaik bagi jalannya kehidupan bermasyarakat. Namun, untuk membentuk suatu kebijakan publik pemerintah memiliki beban/dilema yang cukup besar. Pemerintah perlu berlaku etis dalam proses pengambilan keputusan dimana protection dan prosperity dari masyarakat harus tetap menjadi pertimbangan dan tujuan utama dalam proses pengambilan keputusan pembukaan.
Dilema Pengambilan Keputusan Pendidikan Tatap Muka
Di masa pandemi, kebijakan pendidikan di Indonesia memiliki dua prinsip, yang pertama adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat menjadi prioritas utama dalam menetapkan kebijakan. Prinsip kebijakan pendidikan yang kedua adalah berfokus dalam tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19.
Sampai saat ini, pemerintah memutuskan untuk memperluas pembelajaran tatap muka hingga zona kuning sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Empat Menteri tentang penyesuaian pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Pada daerah di zona orange dan merah, pembelajaran tatap muka tetap dilarang. Namun, untuk melakukan pembelajaran tatap muka, satuan pendidikan di daerah zona hijau dan kuning harus mendapatkan persetujuan dari empat pihak, yaitu pemerintah daerah atau Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama, Kepala Sekolah (setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat), persetujuan komite sekolah, dan adanya persetujuan dari orang tua peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka di perguruan tinggi disesuaikan dengan level PPKM sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2021. Perguruan tinggi yang berada di wilayah level 2 dan 3 dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas dan melaporkan pada satuan tugas daerah setempat, sedangkan perguruan tinggi swasta ada tambahan untuk melaporkan kepada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi. Tata cara pelaksanaan pembelajaran tatap muka tahun akademik 2021/2022 lebih lanjut ada di Surat Edaran Kemendikbud 13 September 2021
Pada satu sisi urgensi percepatan pendidikan tatap muka di perguruan tinggi di indonesia muncul karena terjadinya learning loss dalam generasi ini dikarenakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang jauh dari kata efektif. Hal ini dibuktikan dengan semua riset yang dijalankan oleh badan kemendikbud-ristek yang menunjukan pelajar Indonesia telah diestimasikan kehilangan rata-rata materi selama satu tahun pendidikan. Learning loss atau kehilangan kesempatan belajar ini dapat bersifat permanen sehingga pemerintah merasa mempercep pendidikan tatap muka di perguruan tinggi di indonesia.
Dalam perspektif lain, ada beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan, Pertama dosen yang sudah berumur. Umur merupakan salah satu faktor resiko kematian dalam Covid19. Penderita Covid-19 yang berumur 46-59 Tahun memiliki 8,5x/850% lebih berisiko meninggal daripada usia produktif, sedangkan umur 60 tahun keatas memiliki 19,5x/1950% lebih berisiko meninggal daripada usia produktif. Berdasarkan data yang diambil dari pddikti.kemdikbud.go.id, dosen Perguruan Tinggi (PT) berstatus nasional berumur 46-65 Tahun berjumlah sekitar 123.000 orang yang di mana menyumbang lebih dari ⅓ total dosen yang di Indonesia. Walaupun mahasiswa banyak yang terkena dampak learning loss, apakah itu sepadan dengan memberi resiko kematian besar untuk dosen yang sudah berumur?
Faktor kedua yang menjadi pertimbangan sulitnya menjalankan pendidikan tatap muka di masa pandemi adalah sulitnya mahasiswa luar kota untuk mengikuti kegiatan pendidikan luring serta kesulitan mendapat izin dari orang tua untuk melaksanakan pendidikan tatap muka. Walaupun ini terdengar seperti masalah yang ringan karena pembelajaran tetap bisa dilaksanakan dengan melakukan sistem hybrid, tetapi kita mengabaikan kesenjangan yang disebabkan oleh sistem tersebut. Mahasiswa yang dapat melakukan kuliah secara offline dapat menerima pembelajaran lebih baik, membangun hubungan yang lebih baik dan luas dengan sesama mahasiswa lainnya atau bahkan dengan dosen, merasakan dan memakai fasilitas yang ada di kampus, dan lain-lain. Hal-hal seperti ini perlu dipertanyakan dan dipertimbangkan pemangku kebijakan agar semua pihak menerima keuntungan dengan kerugian terkecil.
Berbagai jurusan di perguruan tinggi seperti kedokteran, keperawatan, teknik, dan sebagainya juga membutuhkan pembelajaran praktek/praktikum agar tidak terjadi learning loss. Oleh karena itu, saat ini pemerintah sedang melakukan vaksinasi terus menerus, menyiapkan protokol kesehatan yang ketat, dan mendorong perguruan tinggi untuk memulai perkuliahan tatap muka agar tidak terjadi learning loss yang besar dan permanen pada sumber daya manusia indonesia. Inisiatif pemerintah untuk memulai perkuliahan saat ini ternyata masih banyak tidak disetujui oleh pihak perguruan tinggi. Hal tersebut dikemukakan oleh 35 rektor perguruan tinggi saat menghadiri pertemuan dengan Presiden Jokowi dengan alasan rata rata belum siap.
Hal lain yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah potensi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 karena penyelenggaraan pembelajaran tatap muka di perguruan tinggi secara masif. Untuk mengatasi masalah tersebut penerapan protokol kesehatan yang baik dan sesuai standar yang ditetapkan pemerintah menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya penyebaran virus Covid-19 di lingkungan kampus sebagai upaya mencegah terjadinya gelombang ketiga lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Kemendikbud-ristek sendiri melalui Dirjen Pendidikan Tinggi sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2021 yang berisi pedoman dan petunjuk teknis mengenai hal-hal apa saja yang harus dilaksanakan oleh perguruan tinggi saat menggelar pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19. Kebijakan seperti perlu membentuk satuan tugas Covid-19 di tingkat universitas, menyediakan berbagai fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan, meminimalisir penggunaan ruang tertutup, menyediakan ruangan untuk isolasi, membatasi kapasitas ruangan menjadi 50% dari kapasitas semula, dan memastikan setiap mahasiswa, dosen, serta seluruh pihak yang ada di lingkungan kampus berada dalam kondisi yang sehat, sudah divaksin, menggunakan masker dan tidak berkerumun. Tentunya dengan adanya pedoman yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti tersebut dapat membuat proses pembelajaran tatap muka menjadi lebih aman.
Apa yang harus dilakukan
Pemerintah saat ini memiliki dilema yang besar dalam pengambilan keputusan membuka perguruan tinggi tatap muka secara menyeluruh di Indonesia karena harus mempertimbangkan faktor efektifitas pendidikan yang menurun, risiko terjadinya pandemi yang semakin besar, faktor kesehatan, dan berbagai faktor lain yang berhubungan dengan pandemi Covid-19. Pemerintah kini sudah banyak mengambil peran dengan menyiapkan vaksinasi, pembaruan kebijakan, dan terus menerus merekomendasikan perguruan tinggi untuk mulai pendidikan tatap muka agar tidak terjadi learning loss pada sumber daya manusia di indonesia.
Pemerintah harus selalu mempertimbangkan aspek etika dalam proses dalam proses pengambilan keputusan dalam rangka menentukan apakah proses pendidikan di Perguruan Tinggi akan dilaksanakan secara Tatap Muka (PTM) atau kembali dilaksanakan dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pemerintah perlu menyiapkan lebih lagi konsekuensi dari keputusan yang nantinya diambil dimana di satu sisi apabila diputuskan untumelakukan pembelajaran jarak jauh yang beresiko menurunkan efektivitas pembelajaran atau kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka yang cukup beresiko bagi kesehatan mahasiswa dan dosen yang terlibat.(*)
Penulis:
Rafael Eleazar Duma
Rafendra Alfarizqi Nugroho
Muhammad Rayhan Raspati
Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-5
http://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2021/09/Surat-Edaran-Pembelajaran-Tatap-Muka-Tahun-Akademik-2021_2022-1-1.pdf
pddikti.kemdikbud.go.id
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5296068/urutan-risiko-kematian-covid-19-di-indonesia-usia-ini-paling-rentan
https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/fokus/detail/prinsip-kebijakan-pendidikan-di-masa-pandemi-covid-19