LINGGA, Silabuskepri.co.id – Bupati Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), Alias Wello mengaku kecewa dan marah atas pernyataan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Kepri, Syamsul Bahrum yang meremehkan program pertanian Pemerintah Kabupaten Lingga pada saat memberikan sambutan pada acara Focus Discussion Group (FGD) Kebijakan Pengelolaan Pangan Beras di Daerah Perbatasan yang diadakan Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian RI di Hotel Nagoya Hill, Batam, 2 November 2017.
Dalam FGD yang dihadiri Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian RI, Elias Payong Kerar, Kepala Bidang Konsumsi dan Cadangan Pangan, Syarifah Indah Megawati, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian RI, Kasdi Subagyono, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kepri, Mizu Istianto, Kadivre Bulog Riau Kepri, Awaluddin Iqbal, sejumlah pejabat teras Kementerian dan Lembaga, serta Kepala Dinas Pertanian se – Kepri itu, Syamsul tak henti – hentinya melontarkan pernyataan pesimisme tentang program pertanian di Lingga.
Syamsul beranggapan kultur masyarakat Melayu yang merupakan nelayan secara turun temurun sulit diubah ke kultur pertanian. Karena itu, Ia meragukan program pertanian yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Lingga bisa berhasil seperti yang diharapkan.
Mantan pejabat Pemerintah Kota Batam ini juga mencontohkan beberapa kasus kegagalan program transmigrasi di Kepri disebabkan oleh pengaruh kultur masyarakat setempat. Ia menyebut kasus transmigran yang didatangkan dari Jawa untuk menggarap sektor pertanian di Kabupaten Natuna dan Lingga, gagal karena mereka ikut – ikutan jadi nelayan.
“Orang Jawa saja yang dasarnya petani di daerah asalnya, begitu sampai di Kepri tak ada yang mau jadi petani. Kenapa? Karena, mereka merasa status sosialnya malah tidak lebih baik,” katanya.
Bupati Lingga, Alias Wello yang dimintai komentarnya terkait pernyataan Syamsul tersebut, tak dapat menyembunyikan kemarahannya. Raut wajahnya langsung memerah begitu dikonfrontir dengan pernyataan Syamsul.
“Saya kecewa dan marah. Bagaimana daerah ini mau maju kalau pejabat kita pemikirannya sempit begini?” tanya Awe, sapaan akrab Bupati Lingga ini.
Kultur masyarakat Melayu yang menjadi alasan Syamsul sebagai penghambat berkembangnya sektor pertanian di Lingga, jelas Awe, bukanlah sesuatu haram atau mustahil untuk diubah. Ia berharap Syamsul lebih baik berdebat dengannya dari pada mengembangkan opini sesat yang dapat menghambat daya pikir dan kreatifitas masyarakat yang sedang belajar mengembangkan sektor pertanian.
“Basic saya memang bukan pertanian, tapi saya siap adu konsep dengan Syamsul Bahrum. Sekarang bukan saatnya bicara teori, tapi waktunya bekerja secara nyata. Saya teringat waktu zaman mahasiswa dulu, kita sering teriak berantas otak mandul. Supaya apa? Supaya kita bisa bisa berpikir jauh ke depan,” celotehnya.
Meski tak didukung Pemerintah Provinsi Kepri, Awe mengaku bangga, sektor pertanian yang dikembangkannya di Lingga mampu mengangkat citra Provinsi Kepri yang selama tidak masuk dalam base pertanian nasional sejajar dengan daerah pertanian lainnya di Indonesia.
“Waktu saya baru dilantik, saya langsung ke Jakarta minta dukungan program pertanian. Di sana saya kaget, ternyata Kepri ini tidak masuk dalam base pertanian nasional. Bahkan, Kementerian Pertanian tak percaya di Lingga ada lahan pertanian. Kenapa? Karena pada zaman itu, tidak ada pejabat yang berani bicara soal pertanian. Nah, kenapa baru sekarang dia mau bicara pertanian? Ada apa,” tanya Awe berapi – api.
Alias wello menambahkan, mestinya harus mendukung dan memberikan semangat bagi masyarakat lingga, bukan malah meremehkan, ” tandasnya
(arman)