Skandal Bisnis PCR
Keberadaan Pandemi Covid-19 di Indonesia melahirkan beberapa aturan-aturan baru yang perlu dipatuhi oleh masyarakat, salah satunya adalah aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan, yaitu mewajibkan setiap masyarakat yang ingin melakukan perjalanan darat minimal sejauh 250 kilometer serta perjalanan udara terutama ke negara lain untuk melakukan tes PCR (polymerase chain reaction).
Saat awal Pandemi Covid-19 di Indonesia, masyarakat yang ingin melakukan tes PCR perlu merogoh kocek sebesar Rp 2.500.000 harga yang cenderung tinggi tersebut tentunya menuai kritik dari masyarakat.
Pada akhirnya di bulan Oktober 2021, Kementerian Kesehatan menyepakati untuk kembali menurunkan tarif maksimal tes PCR ini menjadi Rp 275.000 untuk wilayah Jawa dan Bali serta Rp 300.000 untuk wilayah di luar Jawa dan Bali. Penurunan tarif batas maksimal tes PCR ini merupakan cara pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang adil dan dapat terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.
Kemudian hadir banyak perusahaan swasta yang bertujuan membantu pemerintah Indonesia dalam menyediakan pelayanan PCR yang masih terbatas, salah satunya PT GSI. Pandangan masyarakat terhadap pelayanan publik bergeser karena tingginya harga PCR juga menjadi faktor pendukung adanya kecurigaan masyarakat terhadap praktek bundling tes PCR.
Terlebih, ketika pemerintah memberlakukan peraturan baru terkait kewajiban PCR sebagaimana yang tercantum dalam Surat Edaran (SE) No. 88 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), masyarakat semakin menilai adanya keberpihakan pemerintah terhadap pihak perusahaan untuk mendukung bisnis PCR di masa pandemi ini. Salah satunya yang menyeret PT GSI dan beberapa aktor publik di dalamnya.
Kecurigaan Praktik Bisnis Oleh Aktor Publik
Dugaan keterlibatan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir sangat menggemparkan masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak ? Mereka berdua memiliki pengaruh besar dan sangat dikenal oleh khalayak umum. Di luar benar atau tidaknya campur tangan mereka dalam praktik bisnis, berita ini sudah tersebar dan dalam proses investigasi.
Beberapa data yang mendukung penyelewengan ini sedikit demi sedikit mulai menguak, seperti merosotnya harga PCR secara drastis selama empat kali dan munculnya perusahaan farmasi baru di tengah banyaknya perusahaan serupa. Dengan adanya fakta ini, dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh kedua aktor publik tersebut semakin menguat. Minimnya keterbukaan informasi terkait arus pendanaan dalam penyediaan PCR, masyarakat semakin yakin bahwa dugaan tersebut memang benar adanya.
Analisis Etika Administrasi Aktor Publik
Sebagai seorang pejabat yang dilantik untuk melayani masyarakat dan menjembatani segala amanat konstitusi untuk kepentingan rakyat. Segala bentuk perilaku yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri disebut self maximizing behavior dan berujung pada conflict of interest. Jika kita berbicara tentang politik, terutama di Indonesia, pastinya tak akan lepas dari perilaku menyelewengkan tugas, tanggung jawab, dan etika demi memenuhi kepentingan politik tertentu. Namun, berbisnis sendiri sudah berada di level KKN yang berbeda.
Di tengah wabah pandemi Covid 9, kedua menteri Indonesia tersebut memiliki celah untuk turut serta dalam upaya memperkaya diri di tengah kesulitan bangsa Indonesia. Apakah hal tersebut bukan termasuk sebuah KKN yang jelas menyalahi etika administrasi? Patologi lain juga dapat ditilik dari pernyataan Pak Luhut Binsar Pandjaitan pada kunjungannya ke gedung KPK bulan Agustus 2021 lalu. Beliau menyatakan bahwa pemberantasan KKN menjadi kunci utama dalam meningkatkan performa pemerintah. Akan tetapi, Bapak Luhut sekarang sudah beberapa kali diduga terpeleset kasus KKN. Hal ini tentu membuat masyarakat terperangah akan tindakan Pak Luhut,
Etika terapan merupakan sebuah pilar ilmu yang multidisipliner. Kita akan coba mengkaji dampak dengan disiplin ilmu sosiologi, politik, budaya, dan ekonomi.
1. Secara sosiologis, kepercayaan publik akan turun terhadap pemerintah. Hal ini akan sangat berbahaya bagi pemerintah terutama dalam kelanggengan hubungan antar rakyat dan pemerintah.
2. Secara politik, akan terlihat sebuah konflik kepentingan antar aktor yang tentunya memiliki kepentingannya masing-masing. Fenomena ini akan merusak ekosistem dunia politik serta akan melahirkan patologi baru di kemudian hari.
3. Secara budaya, tentunya akan memperkuat pernyataan dari Mochtar Lubis bahwa manusia Indonesia pasti selalu bersifat munafik dan berkarakter lemah. Dapat dibuktikan dari penyelewengan kekuasaan serta penyalahan etika yang dilakukan people servant di tengah sebuah kepanikan sangat menunjukan hipokrasi para pejabat publik terkait.
4. Terakhir, sektor ekonomi tentunya sangat terdampak dalam praktik bisnis ini. Beribu masyarakat Indonesia dirugikan dengan kebijakan PCR dengan harga selangit. Banyak usaha yang terhambat karena keberadaan harga tes PCR yang tak masuk akal. “Mobilisasi sangat terhambat”, saut seorang pelaku bisnis alat dan bahan bangunan di Jakarta Pusat. Memang, beberapa kali penurunan harga untuk menyesuaikan aksesibilitas masyarakat sudah diluncurkan.
Namun, bukankah hal ini akan mendongkrak kecurigaan masyarakat lebih besar lagi? Tentunya evaluasi dampak dari kasus bisnis PCR sangat membuat kita terenyuh. Sangat disayangkan revolusi mental yang Bapak Presiden Jokowi gembor-gemborkan masih belum terlaksana ke dalam lingkup kabinetnya sendiri.
Daftar Referensi :
Amani, N. K. (2021, October 27). liputan6.com. Dipetik December 5, 2021,
dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4695374/perjalanan-jarak-jauh-wajib-tes-pcr-tengok-berbagai-tanggapan-warga
Bestari, N. P. (2021, October 27). cnbcindonesia.com. Dipetik December 4, 2021, dari
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20211027160220-37-286979/tok-harga-pcr-covid-jawa-bali-turun-jadi-rp-275-ribu
Basri, Hedi, Desy Afrianti. (2021). Inisiator PT GSI Ungkap Awal Mula Pendirian
Bisnis Tes PCR. Diakses melalui Kompas TV:
https://www.kompas.tv/article/230054/inisiator-pt-gsi-ungkap-awal-mula-pendirian-bisnis-tes-pcr?page=4
Farmita, Artika Rachma. (2021). Ketika Tes PCR Jadi Ladang Bisnis Menggiurkan
Selama Pandemi. Diakses melalui Kompas.com:
https://www.kompas.com/wiken/read/2021/10/24/175700081/ketika-tes-pcr-jadi-ladang-bisnis-menggiurkan-selama-pandemi?page=all
Fatimah, Siti. (2021). Lagi-Lagi Bisnis PCR Dibongkar, Ini Sederet Temuan KPPU.
Diakses melalui Detikfinance: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5810586/lagi-lagi-bisnis-pcr-dibongkar-ini-sederet-temuan-kppu?single=1
Sammy, Abdullah. (2021). Dibalik Isu Bisnis PCR.
Diakses melalui Republika.co.id: https://republika.co.id/berita/r1xmwz282/di-balik-isu-bisnis-pcr
Riwayat Hidup Penulis
Nama : Thesa Eka Ramalia
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 12 Oktober 2001
Alamat : Jl Panglima Polim No 45, Rt 02/Rw 05, Poris Plawad Utara, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, 15141
Status sebagai Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Indonesia
Alamat Email : [email protected]
Nomor Hp : 085695702681