Kasus korupsi merupakan kasus dari sekian banyak kasus yang memiliki pengaruh besar bagi masyarakat. Dengan menggunakan sudut pandang teori yang dikemukakan oleh beberapa filsuf, kita dapat melihat apakah tindakan korupsi merupakan tindakan yang etis atau tidak.
Teori deontologi yang diartikan sebagai perbuatan yang baik hukumnya wajib untuk dilakukan dan teori ontologi sebagai lawan dari deontologi, yakni apabila perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan buruk, maka kita tidak boleh melakukan hal tersebut. Kedua teori ini merupakan teori yang dapat digunakan.
Tindakan korupsi dapat dibahas dengan beberapa unsur sisi, yang pertama adalah sisi keadilan, di mana apabila melihat kasus korupsi yang beredar, banyak pelaku korupsi dilindungi oleh negara dan tidak jarang mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya yang merugikan banyak pihak.
Tipikor ini pula dinilai tidak adil bagi pejabat publik lainnya, dikarenakan pejabat publik lainnya yang tidak korupsi dan bekerja secara sehat mendapatkan “pendapatan” yang berbeda dengan koruptor, dimana koruptor akan mendapatkan “pendapatan” yang lebih dari hasil korupsi, sedangkan mereka pun sama-sama bekerja untuk negara. Dari penjelasan teori deontologi dan teologi yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tindakan korupsi merupakan sebuah implementasi dari teori teologi, dimana dapat diidentifikasi bahwa tindakan ini merugikan banyak kalangan, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan, apabila dilihat melalui teori deontologi, perbuatan yang buruk walaupun termasuk baik sekalipun dan tidak menghasilkan suatu yang bermakna, tetap saja perilaku tersebut tidak pantas disebut baik.
Sudah jelas bahwa tipikor memiliki hubungan dengan teori teologi yang kemudian berkaitan erat dengan egoisme, sebagaimana korupsi merupakan hilir dari maladministrasi, di mana tindakan pelanggaran hukum ini dilakukan dengan sadar untuk mendahulukan kepentingan sendiri dan seakan tidak peduli atas konsekuensi atau dampak yang terjadi setelahnya.
Hal ini dapat dikatakan tidak etis dan sudah jelas melanggar hukum yang sudah ditetapkan yaitu Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Perundang-undangan Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Peraturan Perundang-undangan Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan Atas Peraturan Perundang-undangan Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang kemudian mengalami perubahan lagi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang berbunyi, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Seorang pejabat publik salah satunya Juliari Batubara, sebagai individu terdidik seharusnya memiliki etika yang baik sebagai pejabat pemerintah. Namun, tindakan tidak senonoh dengan motif menyisihkan fee Rp10.000 dari hak bantuan sosial masyarakat di tengah Pandemi Covid-19 untuk di korupsi merupakan bentuk maladministrasi berupa tindakan ketidakjujuran, perilaku buruk, serta melanggar hukum yang berlaku. Hal ini sangat merugikan masyarakat karena paket sembako jadi berkurang dan tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima.
Tindakan ini pun dilangsungkan tidak secara individu, melainkan melibatkan beberapa pihak, yaitu rekanan perusahaan yang ditunjuk langsung oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso yang diduga sudah membuat kesepakatan bahwa akan ada fee dari setiap paket yang seharusnya disetorkan pada para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
Untuk setiap paket bansos fee yang disetujui oleh Matheus dan Adi senilai Rp10.000 per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos. Pada bulan Mei hingga November 2020, Adi dan Matheus membuat kontrak kepada supplier yang merupakan rekanannya bernama Harry Sidabuke dan Ardian I M serta PT. RPI yang diduga milik Matheus. Pemilihan PT RPI sebagai rekanan ini juga disetujui oleh Juliari.
Pada pelaksanaan bantuan sosial tahap pertama, diduga pelaku menerima fee sebesar dua belas miliar dan pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui perantara Adi. Selanjutnya, diduga total uang yang diteima oleh Juliari Batubara sebesar Rp8,2 miliar. Selanjutnya total uang tersebut diberikan kepada Shelvy N dan Eko untuk dikelola selaku orang kepercayaan Juliari dimana uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Juliari. Selanjutnya, pada tahap kedua Juliari beserta rekanannya mengumpulkan uang fee sebesar Rp 8,8 miliar sejak Oktober hingga Desember 2020. Sehingga jika ditotalkan dari seluruh total uang suap, uang yang diperoleh oleh Juliari Batubara sebesar Rp 17 Miliar dimana uang tersebut digunakannya untuk kepentingan pribadinya.
Kasus korupsi inipun menjadi sorotan publik karena dinilai sangat tidak etis untuk mengambil hak rakyat yang sedang kesulitan di tengah pandemi Covid-19. Sangat disayangkan pengadaan bantuan sosial menjadi loophole bagi para oknum untuk melakukan tindakan tidak terpuji ini. Terlebih, pada birokrasi publik, etika individu seringkali sulit diterapkan. Dapat dilihat dari kasus korupsi yang tidak hanya sekali dua kali bermunculan.
Hal ini terjadi karena individu akan tertutupi oleh sistem dari organisasi tersebut. Etika individu ini semakin susah untuk diterapkan karena adanya dua etika yang muncul pada birokrasi publik, yaitu ethic of neutrality dan ethic of structure. Dimana menurut ethic of neutrality pejabat publik akan melakukan suatu perbuatan bukan atas dirinya sendiri namun mengatasnamakan sektor publik tersebut.
Oleh karena itu, jika pejabat publik melakukan suatu tindakan akan dilihat atas nama instansinya bukan dilihat secara individu. Sedangkan, jika menurut ethic of structure individu tidak akan merasa cukup karena sistem outcome yang dihasilkan suatu organisasi akan didasarkan pada hasil kerja yang kolektif. Keberadaan kedua teori ini menjadi kesempatan bagi pejabat publik untuk memanfaatkan situasi dan kebal terhadap kesalahan moral yang dilakukannya. Hal ini pun menjadi pemicu suatu individu untuk melakukan tindak korupsi di organisasi publik.
Namun, dalam kasus korupsi yang dilakukan Eks Menteri Sosial Juliari Batubara ini, kedua teori ethic of neutrality dan ethic of structure tidak dapat menjadi benteng atas perlakuan yang sudah dilakukannya. Serta keputusan fee atas paket sembako yang sudah dikorupsi bukan merupakan keputusan resmi dan keputusan terbuka dari Kementrian Sosial, dimana etika individu harus diterapkan pada kasus ini, yang berarti Juliari Batubara sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakannya yang merugikan banyak pihak dan mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan rakyat yang sedang membutuhkan bantuan di tengah hiruk pikuk pandemi Covid-19.(*)
Penulis : Aloysius Kennakin Ginting, Puspa Kumala Sari, Zhafarina Hazhiyah Akhyar
Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia
Daftar Pustaka :
Deutsche Welle (www.dw.com). (n.d.). Hukuman Juliari Batubara Dinilai Mengada-ada. DW.COM.
https://www.dw.com/id/hukuman-eks-mensos-juliari-batubara-dinilai-mengada-ada/a-58963428
https://lifestyle.kompas.com/read/2017/11/16/190100920/egoisme?page=all
http://www.ditjenpas.go.id/teori-teori-korupsi
http://mh.uma.ac.id/2021/08/teori-teori-penyebab-korupsi/
Alfons, M. (2021, July 30). Juliari Dituntut 11 Tahun Penjara, KPK Dinilai Tak Serius Usut Kasus Bansos. detiknews. https://news.detik.com/berita/d-5662406/juliari-dituntut-11-tahun-penjara-kpk-dinilai-tak-serius-usut-kasus-bansos?_ga=2.208504850.1826689214.1639058222-1646795560.1638891112
Putri, Z. (2021, June 7). Terungkap! Juliari Perintahkan Anak Buah Potong Fee Bansos Corona Rp 11 Ribu. detiknews. https://news.detik.com/berita/d-5596451/terungkap-juliari-perintahkan-anak-buah-potong-fee-bansos-corona-rp-11-ribu?_ga=2.142467378.1826689214.1639058222-1646795560.1638891112
Detikcom, T. (2021, August 25). Kecaman Bertubi-tubi Usai Hinaan Jadi Hal Meringankan Vonis Juliari. detiknews. https://news.detik.com/berita/d-5695204/kecaman-bertubi-tubi-usai-hinaan-jadi-hal-meringankan-vonis-juliari?_ga=2.137290032.1826689214.1639058222-1646795560.1638891112