Keistimewaan Yogyakarta Yang Tercermin Dalam Kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X

Foto: Sri Sultan Hamengkubuwono X , (Sum : Yale Southeast Asia Studies- Yale) University

Penulis : Muhammad Aji Nurohman, Ilmu Administrasi Negara Universitas : Universitas Indonesia

Lumrahnya setiap daerah di Indonesia sendiri, setiap 5 tahun sekali selalu mengadakan pemilihan umum untuk memilih kepala daerah. Namun, hal tersebut berbeda dengan yang ada di salah satu daerah di Indonesia, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hal ini tidak terlepas dari status daerah istimewa yang diberikan oleh negara dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dimana dalam Undang-undang tersebut diatur beberapa hal diantaranya adalah tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Kelembagaan, Kebudayaan, Pertanahan, dan Tata Ruang.

Lahirnya UU Keistimewaan Yogyakarta ini tidak terlepas dari perjuangan masyarakat Yogyakarta pada periode sekitar tahun 2009-2012 yang terus menyuarakan suara mereka agar pemerintah mengakui Yogyakarta menjadi daerah istimewa. Bahkan untuk memperjuangkan Undang-undang ini, tidak segan-segan masyarakat pada saat itu mengancam akan melakukan referendum kepada pemerintah agar bisa memisahkan diri Kota Yogyakarta dari NKRI. Tembang “Jogja Istimewa” yang dibawakan oleh Jogja Hip-Hop Foundation menjadi saksi sejarah yang menceritakan perjuangan masyarakat Yogyakarta pada saat itu.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan pengaruh yang begitu besar hingga saat ini. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, berarti beberapa tahun kedepan dan seterusnya posisi gubernur dan wakilnya didapatkan tidak melalui proses pemilihan melainkan penetapan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 pasal 18 ayat 1 bagian (c) dalam persyaratan calon Gubernur ialah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertahta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur. Tentunya ketetapan ini bisa menjadi sesuatu hal yang riskan jika kita menilik beberapa tahun kebelakang saat begitu kentalnya politik dinasti di era kepemimpinan Presiden Soeharto.

Jika kita berkaca pada masa tersebut, pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden Soeharto mengalami kegagalan akibat dari politik dinasti yang dibawanya, sehingga meninggalkan kesengsaraan yang mendalam dalam hati masyarakat.

Namun, kejadian serupa justru tidak dialami oleh kepemimpinan yang dijalankan oleh Kraton Yogyakarta. Hal ini tidak terlepas dari figur pemimpin yang ada dalam diri Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Menurut Wahjosumidjo (1987), kepemimpinan adalah suatu sifat yang ada pada diri seseorang berupa kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan, berbentuk sebuah rangkaian aktivitas seorang pemimpin yang dipengaruhi oleh kedudukan dan perilakunya sendiri, yang diwujudkan dalam interaksi antara pemimpin dan para pengikut. Aspek kepemimpinan merupakan bagian yang penting ketika kita mengidentifikasi prinsip organisasi.

Bagaimana Sri Sultan Hamengkubuwono X Mendapatkan Sifat Kepemimpinannya?
Kepemimpinan yang dibawa oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X saat ini, tidak terlepas dari influence yang diberikan oleh ayah beliau, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Pelajaran serta keteladanan yang diberikan ayahanda kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X baik secara langsung ataupun tidak langsung, pastinya menjadi sesuatu yang membentuk bagaimana cara kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada masyarakat Yogyakarta.

Jika kita kaitkan dengan teori mengenai asal-usul kepemimpinan, Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam memperoleh sifat kepemimpinan tersebut lebih condong terhadap teori ekologis.

Dimana, teori ini meyakini jika seseorang yang menjadi sosok pemimpin itu tidak hanya disebabkan oleh bakat yang seseorang miliki sejak lahir, akan tetapi sifat kepemimpinan juga dibentuk melalui pendidikan, pelatihan, serta pengalaman yang memungkinkan dirinya untuk bisa mengembangkan bakat yang sudah mereka miliki tersebut.

Sri Sultan Hamengkubuwono X selain sedari lahir sudah membawa bakat untuk menjadi seorang pemimpin, beliau sedari kecil pula sudah hidup di lingkungan kerajaaan yang kental akan budaya kepemimpinannya.

Ditambah lagi karena beliau merupakan suksesor yang melanjutkan kepemimpinan Raja sebelumnya, membuat beliau sejak masih belia sudah diperkenalkan, dibiasakan, dan diberikan pendidikan tentang kepemimpinan agar saat diangkat menjadi Raja di masa depan nantinya, beliau bisa menjadi Raja yang layak dan pantas untuk mengganti kepemimpinan dari Raja sebelumnya.

Pedoman Etika dan Budaya yang Melahirkan Sri Sultan Hamengkubuwono X yang Kita Kenal Saat Ini Sudah 32 tahun lamanya sejak BRM Herjuno Darpito dinobatkan sebagai raja ke-10 pada 7 Maret 1989. Sejak saat itu pula beliau menjalankan tugasnya sebagai Raja Kraton Yogyakarta. Dalam penobatannya atau proses Jumenengan, Sang Ayahanda Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengamanahkan lima tekad yang harus beliau pegang teguh selama menjalankan tugasnya sebagai Raja.

Kelima tekad itu adalah pertama tidak berprasangka, menaruh kedengkian, bersikap iri, baik dan bersikap hangrengkuh atau mengayomi kepada siapapun tidak terkecuali. Kedua, lebih banyak memberi daripada menerima. Ketiga, tidak melanggar paugeran negara. Keempat, berani untuk menyatakan mana yang benar dan salah. Dan yang kelima adalah tidak memiliki ambisi apapun kecuali untuk kesejahteraan rakyat.

Tekad tersebut yang menggambarkan begitu kuatnya etika serta budaya dalam kepemimpinan yang dibawa oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Etika kepemimpinan sendiri menurut Amundsen and de Andrade (2009), berkaitan dengan interaksi dan tanggung jawab pemimpin publik terhadap masyarakat luas, sektor bisnis, luar negeri, atau terhadap instansi publik itu sendiri. Sri Sultan Hamengkubuwono X yang besar dengan adat dan budaya Jawa membuat kepemimpinannya sangat dipengaruhi akan hal tersebut.

Keterkaitan yang kuat antara kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X dapat dilihat dari begitu banyaknya istilah-istilah jawa yang menggambarkan bagaimana seharusnya sosok pemimpin itu sendiri. Seperti Manunggaling Kawula Gusti, yang bermakna sebagai Pemimpin Keraton Yogyakarta, pemimpin wajib untuk memprioritaskan kepentingan rakyat dan hanya mengabdi kepada mereka.

Kemudian ada Sabda Pandhita Ratu Tan Kena Wola-Wali, yang berarti seorang pemimpin harus memiliki keberanian untuk bertanggung jawab dari perbuatan dan perkataan yang dilakukannya. Serta Berbudi Bawa Leksana Ambeg Adil Para Marta, yakni sebuah watak dan kepribadian yang berarti menerapkan sikap adil dan membela rakyat serta bersikap mulia.

Interaksi yang Timbul Antara Sri Sultan Hamengkubuwono X Dengan Masyarakat Yogyakarta
Melihat begitu besar loyalitas yang diberikan oleh masyarakat Yogyakarta terhadap Sri Sultan Hamengkubuwono dan Keraton Yogyakarta, yang bahkan sampai menyatakan akan melakukan referendum jika pemerintah tidak menetapkan Yogyakarta sebagai daerah istimewa secara legal dan formal. Hal tersebut dapat kita lihat melalui pendekatan studi followership.

Dari perilaku, sifat, serta dukungan yang masyarakat Yogyakarta berikan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X, merupakan penggabungan tipe diehards yang dikemukakan oleh Kellerman dengan gaya implementers yang dikemukakan oleh Challef. Tipe diehard dikarenakan masyarakat Yogyakarta memiliki dedikasi dan loyalitas yang begitu luar biasa terhadap Sri Sultan Hamengkubuwono dan Keraton Yogyakarta. Loyalitas tersebut sangat terlihat saat masyarakat memperjuangkan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dimana, masyarakat Yogyakarta sampai rela Kraton Yogyakarta memisahkan diri dari NKRI.

Kemudian terdapat integrasi dengan tipe implementers, karena menurut pengalaman penulis yang sedari kecil hingga sampai saat ini tinggal di Yogyakarta, masyarakat Yogyakarta sangat mematuhi dan menghormati Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan akan selalu menjalankan apa yang beliau perintahkan. Sangat minim sekali muncul pertentangan dari dalam diri masyarakat terhadap keputusan yang diambil Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Gaya Kepemimpinan yang Diterapkan Sri Sultan Hamengkubuwono X Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta Kolaborasi dan relasi harmonis yang timbul antara pemimpin dan masyarakat Yogyakarta tercipta tidak lepas dari andil gaya atau tipe kepemimpinan yang dibawakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Kartono (2002, h.62), berpendapat bahwa Gaya kepemimpinan merupakan cara bekerja dan bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu.

Jadi dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah sifat dan perilaku pemimpin yang diterapkan kepada bawahannya untuk membimbing bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Bagaimana pendekatan dan gaya kepemimpinan yang beliau ambil dapat kita lihat secara jelas dalam penanganan pandemi Covid-19 di Yogyakarta.

Cara beliau berkomunikasi dan menenangkan masyarakat Yogyakarta di situasi pandemi ini, menggambarkan kepemimpinan beliau yang bergaya demokratis, moralis, paternalistik serta begitu kharismatik. Mungkin secara garis besar kebijakan yang diambil Daerah Istimewa Yogyakarta dengan daerah lain di Indonesia dalam penanggulangan Covid-19 itu sama mulai dari pembatasan sosial, edukasi terhadap masyarakat, kegiatan pendidikan pendidikan secara daring, dan kebijakan lainnya.

Namun, figur pemimpin yang ada di sosok Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi faktor pembeda yang membuat kebijakan penanggulangan covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta bisa berjalan lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan daerah lain.

Sri Sultan Hamengkubuwono X seringkali memberikan semangat kepada masyarakat Yogyakarta melalui pidato yang disampaikan dalam beberapa kesempatan. Gaya kepemimpinan yang dibawa Sri Sultan Hamengkubuwono X menumbuhkan rasa kepatuhan dan komitmen bersama untuk melawan pandemi ini. Sifat beliau yang begitu sederhana, merakyat, rendah hati membuat beliau menjadi sosok pemimpin yang sangat dihormati dan begitu dicintai oleh masyarakat Yogyakarta.

Keberhasilan gaya kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam menghadapi pandemi ini dapat diterjemahkan pada data yang ada, yaitu selama 2 pekan, 1-14 Oktober, angka positivity rate harian Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di bawah satu persen, jika dibandingkan pada bulan September lalu yang masih ada di kisaran 1 persen.

Berkat hal tersebut, per tanggal 19 Oktober, PPKM di DIY saat ini sudah turun menjadi level 2. Yang membuat secara perlahan, berbagai sektor di DIY sudah mulai pulih dan lebih leluasa untuk menjalankan kegiatannya kembali. Seperti kegiatan pendidikan yang sudah mulai dilakukan tatap muka secara terbatas, sektor pariwisata Yogyakarta yang terkena dampak begitu besar dari adanya pandemi sudah mulai menjalankan operasional dengan protokol kesehatan, serta aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan kegiatan perekonomian sudah mulai hampir kembali seperti situasi sebelum pandemi.

Berdasarkan capaian yang berhasil diraih oleh beliau dan juga interaksi yang terjalin dengan masyarakat, Sri Sultan Hamengkubuwono X dapat dikatakan berhasil menjadi figur yang dapat merepresentasikan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak hanya karena beliau memang memiliki sebuah privilege untuk meneruskan tahta Keraton Yogyakara, akan tetapi beliau juga memiliki kualitas dan kapabilitas untuk bisa mengemban amanah tersebut. Sifat beliau yang begitu sederhana, merakyat, rendah hati membuat beliau menjadi sosok pemimpin yang sangat dihormati dan begitu dicintai oleh masyarakat Yogyakarta.

Referensi:

B, K. (2007). What Every Leader Needs to Know about Followers. . Harvard business review, 84-145.
Chaleff. (2009). The Courageous Follower: Standing Up to & for Our Leaders. San Francisco: Berrett-Koehler.
Khairizah, A., Noor, I., & Suprapto, A. (2015). PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada Karyawan di Perpustakaan Universitas Brawijaya Malang). Jurnal Administrasi Publik (JAP), 1268-1272.
Mattayang, B. (2019). TIPE DAN GAYA KEPEMIMPINAN: SUATU TINJAUAN TEORITIS. JEMMA, 45-52.
Syarifudin, E. (2004). Teori Kepemimpinan. Al-Qalam, 459-477.
Gitiyarko, V. (2020, Juni 22). Sultan Hemengku Buwono X. Diambil kembali dari kompaspedia: https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/tokoh/sultan-hamengku-buwono-x
Koes, A. (2021, Oktober 14). Positivity Rate Yogya Bertahan di Nol Koma selama Dua Minggu. Retrieved from Gatra Media Group: https://www.gatra.com/detail/news/525781/kesehatan/positivity-rate-yogya-bertahan-di-nol-
Purwanto, A. (2020, September 28). Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Retrieved from kompaspedia: https://kompaspedia.kompas.id/baca/data/dokumen/undang-undang-tentang-keistimewaan-daerah-istimewa-yogyakarta
Rosa, C. (2021, Agustus 17). Ternyata Ini Asal usul Yogyakarta Menjadi Daerah Istimewa. Retrieved from akurat: https://akurat.co/ternyata-ini-asal-usul-yogyakarta-menjadi-daerah-istimewa
Gatra.com, & Koes, A. (2021, Februari 16). Raja Yogya Minta Rakyat Semangat Tanpa Sambat. Retrieved from Gatra Media Group: https://www.gatra.com/detail/news/503877/gaya-hidup/raja-yogya-minta-rakyat-semangat-tanpa-sambat

You might also like